Sabtu, 02 Januari 2010

Pembangunan PLTN sebagai solusi krisis listrik di Indonesia


PEMBANGUNAN PLTN SEBAGAI

SATU SOLUSI KRISIS LISTRIK

DI INDONESIA

Rahmat Hermawan

Universitas Gunadarma

Rahmat_300108@yahoo.com


Abstraksi: Paper ini berkaitan dengan masalah krisis listrik yang terjadi di Indonesia. Saat ini pembangunan PLTN di Indonesia masih cukup terhambat karena beberapa hal. Padahal sumber daya uranium di Indonesia cukup untuk dijadikan sumber tenaga PLTN di Indonesia, setidaknya, untuk beberapa puluh tahun ke depan. Namun, pembangunan PLTN tidak semudah yang direncanakan. Itu dikarenakan terjadi banyak penolakan pembangunan PLTN oleh beberapa kalangan masyarakat yang disebabkan karena kalangan-kalangan masyarakat tersebut takut oleh radiasi ataupun limbah yang diakibatkan pembangunan PLTN itu sendiri. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang nuklir dan kurangnya sumber daya manusia cukup menjadi hambatan yang serius dalam pembangunan PLTN. Solusi terbaik untuk memperlancar solusi krisis listrik ini adalah memberikan penjelasan kepada masyarakat awam tentang pentingnya pembangunan PLTN di Indonesia dan sistem keamanan PLTN itu sendiri yang juga dijelaskan pada paper ini.

PENDAHULUAN

Kebutuhan energi listrik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan perkembangan pola hidup masyarakat, yang meliputi sector rumah tangga dan sektor industri yang terus meningkat, terutama di Pulau Jawa dan Bali. Menurut studi Markal, diperkirakan bahwa permintaan energi listrik akan terus berkembang. Khusus untuk Jawa dan Bali, permintaan energy listrik meningkat dari atahun 1991 sebesar 34.000 GWh/tahun menjadi 53.000 GW/tahun pada tahun 1996 dan angka ini terus berkembang menjadi 80.000 GWh/tahun pada tahun 2000. Permintaan kebutuhan energi listrik terbesar berada di sektor industri. Sementara sumber daya energi di Indonesia, misalnya minyak dan gas bumi mempunyai cadangan 84 milyar barrel (di Jawa dan luar Jawa), cadangan batubara sebesar 32 milyar ton (berada di luar Jawa), potensi energi panas bumi (geotermal) 16.035 MW (di Jawa dan luar Jawa), dan potensi air (di Jawa dan luar Jawa) sebesar 15.804 MW. Sedangkan cadangan energi matahari dan belum banyak dimanfaatkan. Khusus untuk kebutuhan energi listrik di Jawa dan Bali diperlukan kapasitas listrik terpasang pada tahun 2015 sebesar 35.000 MW yang terdiri atas 14.000 MW dari Pusat Listrik Tenaga Uap dengan bahan bakar batubara (PLTU batubara), 13.000 MW dari Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), dan gas, serta sekitar 8.000 MW berasal dari pembangkit energi alternative lainnya. Penambahan kapasitas terpasang energy listrik di Jawa, pada masa mendatang direncanakan menggunakan sumber daya energy non-minyak. Cadangan sumber daya air, panas bumi, surya dan angin sangat terbatas, sementara pembangkit energi listrik menggunakan bahan bakar batubara menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dalam jangka panjang, maka perlu dipikirkan sumber energi alternative non-minyak yang mempunyai teknologi ramah lingkungan. Salah satu sumber energi listrik nonminyak yang dipilih adalah energi nuklir, namun pembangunannya perlu persiapan yang matang dan lama, karena memerlukan sistem keselamatan dan keamanan yang canggih, serta memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi agar tidak menimbulkan masalah besar pada masa praoperasi, operasi, dan pasca operasi atau dekomisioning (decommissioning). Djali Ahimsa (mantan Dirjen. BATAN), sistem interkoneksi Jawa dan Bali memberikan kontribusi 80% dari konsumsi energi listrik seluruh Indonesia. Proyeksi kebutuhan energy listrik di Jawa dan Bali telah disesuaikan untuk memenuhi kecenderungan pertumbuhan permintaan energi listrik yang semakin meningkat, seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Sebagai catatan, perkiraan kapasitas energi listrik terpasang untuk tahun 2003/2004 sebesar 31,8 GW, dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yang hanya 25,5 GW untuk tahun 2010/2011.

Gambar 1. Cara Kerja Sederhana PLTN


Tabel 1 Proyeksi perkembangan sistem energi listrik di Jawa dan Bali (1990/1999-2003/2004).

Dalam penyediaan energi listrik memenuhi permintaan yang terus meningkat dengan pesat, maka pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) perlu mendapat pertimbangan untuk menjadi salah satu sumber energi listrik alternative di Indonesia, khususnya di Jawa. Setelah diperhitungkan penyediaan sumber energi listrik non-nuklir yang ada, ternyata masih diperlukan kapasitas terpasang energi listrik sebesar 7.000 MW. Kekurangan penyediaan energi listrik tersebut dapat dipasok dengan menggunakan energi nuklir (PLTN). Berdasarkan pengalaman dari negara-negara maju, teknologi PLTN dalam keadaan operasi normal mempunyai keunggulan (relatif aman, ekonomis, dan bersih/ramah lingkungan) [3]. Perkiraan dosis kolektif komitmen tahunan yang diterima penduduk dunia rata-rata dari berbagai sumber pembangkit energy listrik, PLTN menduduki peringkat nomor dua setelah PLTU batubara dalam operasi normal (Gambar 1).

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, pada tahun 1985 BATAN-NIRA (Italia) telah melakukan pemutakhiran studi kelayakan PLTN. Pemutakhiran ini dilaksanakan dalam rangka kerjasama dengan Bechtel (Amerika Serikat) dan Sofratome (Perancis) tentang perencanaan energi, strategi, lokasi, dan dampak lingkungan. Kesimpulan penting dari hasil studi kelayakan PLTN yang dibuat, menyatakan bahwa PLTN layak dibangun di Indonesia menjelang tahun 2000. Sementara hasil studi yang dilaksanakan oleh Cesen (Italia) memberikan hasil bahwa proyek PLTN akan memberikan dampak sosio-ekonomi positif. Lokasi tapak reaktor PLTN yang terpilih adalah daerah Semenanjung Muria (Jawa Tengah), tepatnya di daerah Ujung Lemahabang.

Gambar 2. Perkiraan dosis kolektif komitmen rata-rata yang diterima penduduk dunia (man-

Sv/GW tahun) dari berbagai pembangkit energilistrik dengan bahan bakar yang berbeda.

Penyebar luasan informasi tentang pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknonologi (iptek) nuklir untuk pembangkit listrik perlu dilakukan untuk membantu meningkatkan penerimaan masyarakat pada PLTN yang mendesakuntuk dibangun di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Penggunaan energy nuklir untuk pembangkit energi listrik adalah yang paling menonjol dan sangat bermakna dari pemanfaatan iptek nuklir bagi kesejahteraan Penyebar luasan informasi tentang pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknonologi (iptek) nuklir untuk pembangkit listrik perlu dilakukan untuk membantu meningkatkan penerimaan masyarakat pada PLTN yang mendesak untuk dibangun di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Penggunaan energy nuklir untuk pembangkit energi listrik adalah yang paling menonjol dan sangat bermakna dari pemanfaatan iptek nuklir bagi kesejahteraan manusia dan perdamaian. Pemanfaatan energy nuklir untuk pembangkit listrik baru dikembangkan sekitar tahun 1952 dan terus berkembang walaupun banyak kendala-kendala yang menyangkut politis dan ekomonis, namun hal tersebut tidak menyurutkan perkembangan pembangunan PLTN di beberapa negara, dan kami para ahli nuklir telah meningkatkan keandalan dan keselamatan PLTN serta keselamatan lingkungan, sehingga kemungkinan timbulkan kecelakaan nuklir sangat kecil. Dengan demikian pemanfaatan energi nuklir dapat mendukung penyediaan energi listrik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Rencana pemerintah Indonesia akanmembangun PLTN adalah untuk memasok kebutuhan energi listrik di daerah Jawa dan Bali, yang merupakan daerah dengan kebutuhan energy listrik terbesar dan pertumbuhannya sangat pesat baik pada saat ini maupun di tahun-tahun mendatang. Pemerintah ingin mempunyai PLTN pada tahun 2017 di sejumlah daerah di Indonesia, terutama untuk memenuhi kebutuhan energy listrik di Jawa dan Bali, yang diperkirakan akan membutuhkan sebanyak 7 unit PLTN sampai tahun 2015. Menurut studi Markal, kapasitas terpasang pada tahun 2015 sebesar 35.000 MW [1]. Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman mengatakan bahwa PLTN merupakan salah satu alternatif untuk menjawab kebutuhan energi listrik pada tahun 2025 agar tidak lagi bergantung pada minyak bumi (Surat Kabar Kompas, Sabtu 21 Mei 2005). PLTN dipilih sebagai salah satu alternatif, antara lain karena PLTN mampu menghasilkan listrik dengan biaya relatif murah dan ramah lingkungan.

Sejak diawali dengan terjadinya kecelakaan reaktor nuklir di Three Mile Island, Amerika Serikat tahun 1979 dan disusul dengan kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl tahun 1986 yang banyak membawa korban jiwa, pendapat umum dunia cenderung menolak semua yang berbau nuklir termasuk PLTN. Awalnya Indonesia mengharapkan tahun 2003 sudah mempunyai PLTN di Jawa. Kini cita-cita bangsa Indonesia untuk membangun PLTN menjadi kandas sejak terjadinya kecelakaan reaktor nuklir tersebut, yang menimbulkan gerakan masyarakat anti nuklir.

Ditambah pula dengan terpuruknya krisis ekonomi di Indonesia yang semakin berkepanjangan dan bencana alam yang silih berganti. Beberapa pendapat umum yang sering timbul di masyarakat, antara lain yang berkaitan dengan keselamatan, keamanan dan resiko radiasi yang ditimbulkan oleh pengoperasian PLTN, kemampuan sumber daya manusia, penyediaan bahan bakar, pengolahan limbah radioaktif, dan hal-hal yang berkaitan dengan dana baik untuk pembangunan maupun untuk pengoperasian PLTN.


1. PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PLTN

Sejak berakhir perang dunia II pandangan masyarakat terhadap pemanfaatan nuklir untuk pembangkit energi listrik pengalami pasang surut. Pada awalnya kepercayaan masyarakat terhadap kehandalan PLTN terus meningkat, terbukti dengan banyak dibangunnya PLTN baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, bahkan ada beberapa gagasan untuk mendesain mobil dan kapal perang menggunakan bahan bakar nuklir, karena bahan bakar nuklir relatif murah. Banyak media masa memaklumkan bahwa abad atom atau zaman atom telah dimulai. Pada pertengahan tahun 1979 mulai timbul krisis anti nuklir, karena menurut mereka ternyata pemanfaatan teknologi nuklir untuk pembangkit energi tidak realistis.

Secara obyektif PLTN merupakan suatu industri energi non-minyak yang menjadi pilihan utama karena aman. Bahan bakar sedikit dapat membangkitkan energi listrik yang besar (1 kg bahan bakar 235U murni dapat menghasilkan 17 ribu juta milyar kalori atau setara dengan energy panas 2.400 ton batubara), dan ramah lingkungan. Hal ini terbukti bahwa pengoperasian PLTN dunia dari 32 negara masih terus beroperasi sampai April 2001 telah beroprasi 438 unit PLTN dengan total kapasitas bersih mencapai 351.327 MW, sementara yang sedang dibangun sekitar 31 unit dengan total kapasitas bersih 27.756 MW. Informasi tersebut bersumber dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Sesungguhnya penolakan masyarakat terhadap kehadiran PLTN disebabkan karena sebagian besar masyarakat kurang paham tentang manfaat teknologi nuklir. Oleh karena itu para ahli nuklir sangat diharapkan untuk meningkatkan teknologi pengamanan dan keselamatan nuklir serta teknologi pengolahan limbah radioaktif dari PLTN, meliputi baik dalam bentuk gas, cair, maupun padat. Hal tersebut perlu diinformasikan dan dimasyarakatkan untuk meluruskan pernyataan-pernyataan yang tidak benar. Pada prinsipnya pengoperasian PLTN sama dngan pusat-pusat energi listrik lainnya, hanya berbeda pada bahan bakar yang digunakannya. PLTN menggunakan bahan bakar nuklir (235U atau plutonium-239), sementara pembangkit listrik yang lain dapat menggunakan bahan bakar minyak, gas, dan batubara. Kecelakaan nuklir sebaiknya dijadikan pelajaran yang berharga bagi pengembangan PLTN khususnya yang menyangkut desain PLTN, meliputi keandalan dan keselamatan / keamanan suatu instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir.


2. RADIASI DARI PLTN

Banyak orang kawatir dan takut karena beranggapan bahwa setiap pengoperasian PLTN akan melibatkan tersebarnya zat radioaktif ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Zat radioaktif tersebut dapat menimbulkan radiasi pengion dan radiasi ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan, terutama di sekitar PLTN. Kemampuan radiasi untuk menembus suatu bahan bervariasi, misalnya partikel alfa mempunyai daya tembus relatif kecil, dapat ditahan dengan selembar kertas tipis tetapi daya pengionnya besar, partikel beta mempunyai daya tembus lebih besar daripada partikel alfa (dapat ditahan dengan sekeping alumunium), dan sinar-X memiliki sifat yang hampir sama dengan sinar gamma, mempunyai daya tembus sangat kuat tetapi daya pengionnya lemah.

3. LIMBAH RADIOAKTIF

Limbah radioaktif adalah seluruh bahan atau barang (gas, cair, dan padat) yang tidak berguna lagi dan mengandung atau diperkirakan mengandung bahan radioaktif, dan dikeluarkan dari instansi nuklir. Limbah ini tidak dibuang ke lingkungan, akan tetapi harus dikelola dan diolah untuk diamankan. Beberapa limbah yang berbentuk aerosol atau gas (gas mulia seperti xenon, kripton, iodium dan tritium), dalam jumlah kecil atau dalam batas yang tidak membahayakan akan dilepas ke lingkungan setelah melalui filter. Sementara limbah dalam bentuk padat dan cair yang mengandung zat radioaktif dan termasuk yang mengandung bahan kimia yang berbahaya dan beracun (B-3) akan diolah sesuai dengan prosedur baku tentang pengolahan limbah radioaktif dan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

Limbah radioaktif memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh agar tidak mencemari lingkungan yang membahayakan masyarakat di sekitar PLTN. Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif mempunyai tugas, antara lain:

1. Pengumpulan dan pengelompokan limbah

2. Pengangkutan ke instalasi pengolahan

3. Pemantauan radiasi/radioaktivitas terhadap limbah sebelum dilakukan pengolahan

4. Pengolahan limbah radioaktif

5. Pemantauan radiasi/radioaktivitas terhadap limbah radioaktif sesudah diolah dan sebelum disimpan

6. Penyimpanan sementara dan penyimpanan akhir (penyimpanan limbah lestari)

7. Pemantauan radiasi/radioaktivitas lingkungan secara rutin di tempat penyimpanan limbah.


4. PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA

Teknologi PLTN memerlukan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih yang kini dikuasai oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman, Rusia, Kanada, dan Jepang. Masuknya teknologi nuklir merupakan teknologi baru yang dikembangkan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu sumber daya manusia (SDM) Indonesia perlu dipersiapkan dengan baik. Menurut Wardiman Djojonegaro dalam Seminar Sehari Tentang Teknologi Nuklir (Kerjasama PIIBATAN Serpang, 15 Juli 1992) dalam makalahnya yang berjudul Peran Nuklir dalam Pembangunan Industri Energi Nuklir Indonesia, mengatakan, bahwa dalam pembangunan PLTN yang ekonomis dan aman diperlukan SDM yang cakap dan trampil untuk melakukan kegiatan mendapatkan PLTN yang aman dan ekonomis, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2 [3]. Guna memenuhi SDM untuk mengelola PLTN, pemerintah telah membangun infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi laboratorium dan fasilitas uji di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) di Serpong, Jawa Barat.

Gambar 3. Alur kegiatan untuk memperoleh PLTN yang aman dan ekonomis

Bidang yang berkaitan dengan iptek nuklir telah dipersiapkan oleh BATAN, terdiri atas : Laboratorium instrumentasi dan alat uji material, serta pengembangan teknologi komputasi yang lengkap dan canggih tersedia pada pusat-pusat pengembangan di PUSPIPITEK, Serpong dan dibantu oleh pusat-pusat pengembangan di luar PUSPIPTEK, yaitu kawasan Pasar Jumat (Jakarta), Bandung, dan Yogyakarta.


5. BAHAN BAKAR NUKLIR

Industri bahan bakar nuklir tidak dapat dipisahkan dengan PLTN. Dengan bertambahnya PLTN yang beroperasi maka industri bahan bakar nuklir juga berkembang. Sebagian dana untuk pembangkit energi listrik perlu dialokasikan untuk pengadaan bahan bakar nuklir. Sejumlah PLTN di dunia saat ini yang banyak beroperasi adalah PLTN jenis air ringan dengan kebutuhan bahan bakar sekitar 150 ton uranium alam per 1.000 MWe tahun, mampu beroperasi untuk kurun waktu sekitar 100 tahun. Dengan deposit uranium yang terjamin PLTN di dunia saat ini diperkirakan mampu beroperasi untuk kurun waktu sekitar 450 tahun.

Cadangan bahan bakar uranium cukup banyak dan harganya murah. Di negara-negara Afrika banyak ditemukan uranium dan dikomersilkan, karena mereka perlu devisa. Di negara tetangga kita, Australia juga menghasilkan uranium cukup besar, sehingga kemungkinan habisnya bahan bakar uranium nuklir di dunia tak perlu dikhawatirkan.

Di Indonsia, uranium sebagian besar terdapat di Kalimantan Barat, tepatnya di Kalan (meliputi luas daerah 20 km2). Taksiran cadangan total dapat mencapai deposit sekitar 10.000 ton U2O3, belum lagi ditambah dari daerah-daerah lain di Indonesia, seperti beberapa lokasi di Sumatera Utara dan Papua [8], sementara kebutuhan bahan bakar nuklir untuk PLTN relative sedikit. Kini eksplorasi dan pengolahan bijih uranium, termasuk produksi elemen bahan bakar nuklir untuk reaktor nuklir telah dipersiapkan oleh BATAN.


6. DEKOMISIONING

Pada suatu saat yang telah ditentukan PLTN akan habis masa pakainya atau sudah tidak ekonomis lagi ataupun karena alasan-alasan lain karena sudah tidak layak lagi untuk dioperasikan, maka PLTN tersebut harus dilakukan dekomisioning (decommissioning). Tujuan dekomisioning adalah untuk menghilangkan sisa (residu) potensi bahaya radiasi yang masih terdapat pada PLTN, dengan cara membongkar bagian-bagian yang mengandung zat radioaktif (mothbaling), yang kemudian dilanjutkan dengan membongkar komponen-komponen lainnya dan bahan-bahan struktur teras reaktor (entombment), dan yang terakhir membongkar seluruh bagian/komponen reaktor dan mendekontaminasi gedung reaktor (dismantling).

Gambar 4. Skema Cara Kerja PLTN

Teknologi dekomisioning telah dikembangkan sejak 30 tahun terakhir dan sampai saat ini

telah dilakukan terhadap lebih dari 30 buah reaktor penelitian dan reaktor pembangkit daya. Dekomisionng memerlukan berbagai macam cara dekontaminasi dengan sejumlah besar limbah radioaktif yang harus dikelola. Berdasarkan pengalaman sebelumnya dan berbagai perhitungan, biaya untuk dekomisioning sekitar 20% dari biaya konstruksi. Di Jepang telah dilakukan perhitungkan menunjukkan bahwa biaya dekomisioning sekitar 2% dari biaya pembangkitan tiap energi tiap kW jam.


PENUTUP

Pemanfaatan teknologi nuklir untuk membangkitkan energi listrik telah dirintis oleh negara-negara maju sejak tahun 1952. Karena kendala politis dan ekonomis cita-cita bangsa Indonesia untuk pembangun PLTN pun menjadi kandas. Seharusnya Indonesia sampai tahun 2015 sudah mempunyai 7 unit PLTN di Jawa dengan daya energi listrik sebesar 27.000 MWe. Tugas para ahli nuklir perlu memberikan pengetahuan iptek nuklir secara obyektif kepada masyarakat, dengan cara meluruskan pernyataanpernyataan yang kurang benar tentang manfaat iptek nuklir, misalnya dengan memberikan perbandingan baik kerugian maupun keuntungan antara PLTN dengan pembangkit energi listrik yang lainnya, dan memberikan informasi tentang keselamatan reaktor, dan radiasi serta pengelolaan limbah radioaktif.hasil samping pengoperasian PLTN. Semua kegiatan manusia mengandung resiko terhadap kehidupan atau kesehatannya, tidak terkecuali kegiatan PLTN. Dengan demikian masyarakat tidak akan takut lagi pada PLTN, apapun resiko yang mungkin ditimbulkan akibat dari pengoperasian PLTN.

Perlu dipertimbangkan bahwa sebelum ditemukan teknologi baru yang mampu menyediakan energi listrik secara besar-besaran dengan aman dan ekonomis, menggunakan PLTN merupakan suatu cara yang paling baik, maka semua usaha dan upaya harus ditempuh untuk meningkatkan keselamatan pengoperasian PLTN dan juga untuk mengatasi masalah penyimpanan serta pembuangan limbah radioaktif dan bahan bakar nuklir yang telah terpakai. Dalam kaitan ini, salah satu langkah yang perlu dirintis adalah kerjasama secara internasional dalam bidang keselamatan nuklir.

Disadari atau tidak dalam setiap terjadinya kecelakaan nuklir termasuk kecelakaan PLTN Unit 4 Chernobyl, unsur manusia pelaksana memegang peranan penting. Oleh karena itu ditekankan pentingnya masalah pendidikan dan latihan bagi tenaga-tenaga pelaksana khususnya PLTN, yang berkaitan dengan pengoperasian PLTN, pengelolaan limbah radioaktif, dan dekomensioning. Dalam masalah tersebut di atas perlu ditekankan perlu desain PLTN yang mampu menampung kesalahan operator, walaupun operator berbuat salah, karena reaktor telah dilengakapi dengan sistem pengaman yang canggih, sehingga kesalahan operator tidak menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan nuklir. Dengan demikian peran manusia atau kesalahan manusia dapat diantisipasi secara dini


DAFTAR PUSTAKA

1. DJALI AHIMSA, Nuklir untuk Kesejahteraan
Masyarakat, Laporan Utama, Majalah Insinyur
Indonesia, No 039, Th.Ke XVIII, Des.1995-Jan.1996
Jakarta 1996 : Hal.5-23

2. NEWJEC INC, Feasibility of the First Nuclear Power
Plants at Muria Peninsula Region Central Java, Rev.3,
Osaka Japan, April 1995.
3. WARDIMAN DJOYONEGORO, Peran Nuklir dalam
Pembangunan Industri Energi Indonasia, Seminar
Sehari Tentang Tegnologi Nuklir, Kerjasama PIIBATAN,
Serpong 15 Juli 1992
4. GONZALES and JEANNE ANDERER, Radiation
Versus Radiation : Nuclear Energy in Perspective,
Quarterly Journal of the International Atomic Energy
Agency, Vol.31, No.2 1989, Vienna, 1989, pp.24.
5. AMIRUDIN, A, Persepsi dan Penerimaan Masyarakat
Terhadap Pusat Listrik Tenaga Nuklir, Jurnal Nuklir
Indonesia, Vol. 1, Num. 1, April 1998 : hal. 51-58.

6. IAEA, International Datafile, Quarterly Journal of
International Atomic Energy Agency, Vol 43, No. 4,
2001, Vienna, 2001, pp. 58.
7. UNSCEAR, Sources of Radiation Exposure, Report of
the United Nations Scientific Committee on the Effects
of Atomic Radiation to the General Assembly, Sources
and Effects of Ionizing Radiation, UNSCEAR 2000
Report the General Assembly With Scientific Annexes,
Vol. 1, New York, 2000 : pp. 8.
8. BATAN, Energi Nuklir dan Kelayakan PLTN, Badan
Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta, 1999.
Radioterapi

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo